Langsung ke konten utama
Taman Bacaan Masyarakat 
“Angkringan Uyee” 
Oleh : Imam Syaiful Wicaksono 
(Founder Angkringan Uyee)

         Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Angkringan Uyee merupakan sebuah perpustakaan dengan konsep gerobak angkringan sebagai pengganti rak buku untuk tempat penyimpanannya. TBM ini terletak di dusun Ngangkruk RT 05 RW 15, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman. TBM Angkringan Uyee diresmikan pada hari Minggu, 18 Februari 2018 yang dihadiri oleh anak-anak dan beberapa orang tua dengan antusiasme yang cukup tinggi. Sejarah berdirinya Angkringan Uyee berawal dari keprihatinan melihat masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat minat baca yang masih rendah, tak terkecuali masyarakat yang  berada di dusun Ngangkruk dan sekitarnya. Sedangkan perpustakaan dengan konsep angkringan ini bermula dari memanfaatkan gerobak angkringan milik kas karang taruna Persatuan Pemuda Pemudi Dusun Ngangkruk (PEPPENK) yang sudah lama tidak terpakai. Jika kita memaknai secara arti, angkringan berasal dari kata “angkring” atau “nangkring” yang dalam bahasa Jawa mempunyai arti duduk santai. Saat ini yang sering kita temui, angkringan dijadikan tempat makan khas Jogja dan sekitarnya yang identik dengan suasana romantisnya dan merakyat karena harganya yang relatif terjangkau. Sehingga harapannya dengan adanya angkringan buku ini, masyarakat menjadi lebih senang duduk-duduk santai sambil membaca buku yang tidak hanya murah lagi, namun gratis untuk dibaca di tempat. Seperti pepatah Jawa yang mengatakan “mangan ra mangan sing penting ngumpul” yang artinya makan tidak makan yang penting bisa berkumpul bersama. 

        TBM Angkringan Uyee memiliki visi untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Most Littered Nation In the World 2016 menyatakan bahwa minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. Sedangkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang tinggi, hampir mencapai 100%. Orientasi TBM Angkringan Uyee meliputi seluruh kalangan masyarakat baik anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua mengingat memang minat baca masyarakat ini masih identik dengan kaum terpelajar saja. Faktanya, penduduk Indonesia lebih banyak mencari informasi dari televisi dan radio ketimbang buku atau media baca lainnya. Laporan bank Dunia no.16369-IND (Education in Indonesia from Crisis to recovery) menyebutkan bahwa tingkat membaca usia kelas VI Sekolah Dasar saja di Indonesia hanya mampu meraih skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1) dan Singapura (74,0). Menurut Najwa Shihab, Duta Baca Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, “masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak yang dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku. Selain itu juga ada Jepang yang minat bacanya bisa mencapai 15-18 persen buku per tahun. Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen per tahun,”. 

Membangun budaya membaca
          Sebuah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi suatu kebiasan. Kebiasaan ini nantinya akan membentuk apa yang kita sebut dengan budaya. Membangun sebuah budaya tidaklah semudah membolak-balikkan telapak tangan. Budaya tidak akan terbentuk tanpa suatu kedisiplinan dan keberlanjutan. Akan tetapi ketika suatu budaya sudah terbentuk akan sulit untuk tergantikan. Bagi Angkringan Uyee, membangun suatu budaya membaca merupakan sebuah tantangan yang tidak dapat diselesaikan secara sepihak. Dibutuhkan kolektivitas dari berbagai stakeholder untuk dapat menciptakan budaya membaca. Misalnya peran dari pemerintah untuk memberikan infrasturktur memadai seperti pendistribusian buku yang merata, pembangunan layanan taman membaca atau perpustakaan. Dari segi akademisi peran sosialisasi akan pentingnya membaca perlu dilakukan secara massif, sedangkan dari segi masyarakat dibutuhkan peran aktif untuk memanfaatkan segala fasilitas yang telah disediakan. Angkringan Uyee sebagai komunitas pegiat literasi memiliki peranan strategis sebagai entitas untuk menggiatkan membaca. Dikutip dari berita kompas.com bahwa Selain membuat program, cara lebih efektif untuk meningkatkan minat dan daya baca adalah membuat movement atau gerakan. Menurut Anies, efek dari sebuah gerakan biasanya lebih cepat menyebar dibanding program. "Movement kalau sudah menular maka akan unstoppable, sebab menularnya bukan karena perintah, dana, dan program tapi karena ada penularan," kata pemilik nama lengkap Anies Rasyid Baswedan itu. Anies pun memberi usul agar komunitas membaca tak menggunakan pendekatan program untuk menumbuhkan minat baca tapi dengan sebuah gerakan. "Kalau didekatkan sebagai program, maka semua itu tergantung penyelenggara, tapi kalau didekati dengan gerakan, efeknya akan meluas sekali," papar mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut.
Ngopi, Nongki, Nugas
         Selain melakukan kegiatan perpustakaan keliling, perpustakaan Angkringan Uyee menyediakan tempat yang dapat dijadikan untuk ngopi (minum kopi dan ngobrol pintar/berdiskusi), nongki (sekedar berkumpul atau silaturahim) dan nugas (mengerjakan tugas sekolah/kuliah). Sekretariat ini di fasilitasi dengan wifi area yang dapat di akses tanpa dipungut biaya namun dengan syarat membaca buku terlebih dahulu. Konsep ini untuk menghilangkan stigma negatif di masyarakat bahwa perpustakaan itu identik dengan suatu kondisi yang harus hening, tenang, tidak boleh membawa makanan dan lain sebagainya. Artinya kehadirannya menjadikan orang yang akan berkunjung sudah mendapatkan kenyamanan yang tidak membosankan. kita juga menyediakan permainan berupa puzzle dan catur agar masyarakat sekitar tertarik untuk mendatanginya.
Warna-warni Bersama Angkringan Uyee
          Beberapa kegiatan yang telah dilakukan Angkringan Uyee salah satunya dalam memperingati hari Pendidikan Nasional yang tepat jatuh pada tanggal 2 Mei 2018 lalu. Angkringan Uyee yang bekerjasama dengan komunitas ARUN (anak rantau untuk negeri) mengadakan kegiatan dengan tema “goreskan mimpi, gapai cita-cita untuk membangun negeri”. Dalam kegiatan ini anak-anak diberikan stiker dengan diberikan sedikit ruang untuk menuliskan cita-citanya lalu ditempelkan di rumahnya masing-masing. Tidak sampai disitu, anak-anak ditanya satu persatu tentang alasan memilih cita-cita tersebut. Diantarnya ada yang ingin menjadi TNI AU supaya dapat mendamaikan dunia. Ada yang ingin menjadi sarjana supaya pintar, ada pula yang ingin menjadi astronot supaya dapat terbang ke angkasa. Kepolosan anak-anak dan keluguannya dalam mengutarakan alasan cita-citanya kepada semua yang hadir membuat para volunteer terharu.  Selain itu, ketika Angkringan Uyee berkeliling ke dusun Clumprit, kita mendapati salah seorang anak yang menangis secara tiba-tiba. Ketika ditanya mengapa menangis, anak itu menjawab karena belum bisa membaca. Betapa anak itu sangat sedih melihat teman-temannya yang sedang asyik membaca sedangkan dirinya sendiri masih belum bias membaca. Disisi lain memang ada pemakluman karena yang menangis merupakan anak yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK). Akan tetapi jika kita melihat dari sisi lain, kita akan mendapati betapa bahagianya orang yang dapat membaca. Karena dengan membaca kita akan mengetahui berbagai pengetahuan baru yang dapat menambah wawasan. Tidak salah lagi bahwa tagline Angkringan Uyee “bahagia suka baca” itu harus selalu di kampanyekan. Karena orang jika sudah suka membaca akan merasakan kebahagiaan tersendiri yang belum tentu dapat terdiskripsikan
melalui tulisan.
Peran Angkringan Uyee
        Angkringan Uyee sebagai komunitas pegiat literasi mencoba memasuki celah yang belum terlalu dimaksimalkan khalayak umum. Yaitu dengan cara sebagai orang ketiga untuk memfasilitasi masyarakat agar gemar membaca. Sesuai dengan tagline kami yaitu bahagia suka baca, Angkringan Uyee mencoba menjadikan kegiatan membaca sebagai sesuatu yang membahagiakan. Artinya membaca dapat dijadikan sebagai hobby. pendekatannya dapat dilakukan dengan cara menjadikan inovasi dalam setiap kegiatan seperti tidak hanya membaca buku tetapi dapat juga dengan mendongeng, mewarnai, membaca puisi, memotivasi tentang pentingnya membaca dan masih banyak lainnya. Kegiatan yang sudah dilakukan di TBM Angkringan Uyee selama ini berupa menyediakan buku yang dapat dibaca di tempat, nonton film bareng, mewarnai, membaca puisi, membuat kerajinan tangan dari kertas origami dan mendongeng serta masih banyak lainnya. Selain itu, di tempat lain Angkringan Uyee mengadakan perpustakan keliling Bersama para volunteer ke pelosok Desa. Disana kita membuat lapak berisi buku-buku bacaan yang kemudian mengundang anak-anak untuk datang membaca tanpa dipungut biaya. Kegiatan ini dilakukan sekaligus untuk mengkampanyekan tentang pentingnya minat baca ke masyarakat luas. Sehingga mampu menjalankan salah satu isi amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.


Referensi  
Antara. “Najwa Shihab Bicara Soal Minat Baca Masyarakat Indonesia”. 28 Mei 2018. 
https://geotimes.co.id/berita/najwa-shihab-bicara-soal-minat-baca-masyarakat-indonesia/ 

Gewati, Mikhael. “Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60”.  Mei 2018. 
https://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.
ke-60.dunia. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Visi Menumbuhkan minat baca masyarakat yang berbudaya Misi 1. Mencetak volunteer berkualitas, kreatif dan inovatif 2. Sebagai wadah kegiatan belajar masyarakat yang nyaman dan menyenangkan 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat ( stakeholder ) dalam pengelolaan TBM 4. Meningkatkan sarana dan prasarana TBM Tagline : Bahagia Suka Baca

Mengenal Angkriangan Uyee Taman Baca di Utara Yogyakarta

Di tengah pembangunan hotel, kafe, dan sarana hiburan lain yang semakin gencar di Yogyakarta, ada banyak cara untuk tetap menjaga nuansa kota ini sebagai Kota Pendidikan. Salah satunya adalah dengan merintis kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan minat baca, seperti yang dilakukan Imam Syaiful (22) di utara Yogyakarta. Pria yang berkuliah di Universitas Islam Indonesia (UII) merintis Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Angkringan Uyee pada 18 Februari 2018 lalu. Terletak di dusun Ngangkruk, desa Sardonoharjo, kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman. Konsep yang digunakan Iman menggunakan gerobak angkringan bekas usaha berjualan milik pemuda-pemudi dusun Ngangruk, sehingga nuansa komunal sangat lekat dengan TBM ini. “Jika kita memaknai secaraarti, ‘angkringan’ berasal dari Bahasa Jawa ‘angkring’ atau ‘nangkring’ yang artinya duduk santai. Sehingga harapannya dengan angkringan ini, masyarakat lebih senang duduk-duduk santai sambil membaca di sini,” katanya. Perintisan ini didasari kei