Sekapur
sirih
Sejatinya mahasiswa merantau jauh-jauh
ke Jogja, tak lain dan tak bukan untuk menuntut ilmu. Mengemban amanah yang
diberikan orang tuanya untuk belajar. Akan tetapi sungguh miris jika melihat fenomena
yang terjadi saat ini. Pemaknaan arti kata "belajar" masih saja
diartikan secara sempit oleh sebagian kalangan mahasiswa. Mereka menganggap
bahwa pembelajaran itu dilakukan hanya di dalam kelas-kelas perkuliahan. Kelas
yang ditutup oleh sekat-sekat dinding. Sehingga akan berimbas kepada pola
pemikiran yang sempit. Padahal apabila kita maknai kata "belajar"
secara luas, kita dapat mengartikan bahwa pergi jauh meninggalkan tanah
kelahiran ke perantauan juga termasuk dalam pembelajaran hidup. Berorganisasi
baik di dalam kampus maupun di luar kampus juga termasuk pembelajaran untuk
meningkatkan softskill dan kepekaan sosial misalnya, tentu termasuk dalam
pembelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah proses. Proses dimana akan membawa
pola pikir kita lebih dewasa. Umur boleh saja bertambah tua, tetapi sebuah
sikap menjadi dewasa adalah sebuah pilihan.
Pertanyaannya yang lalu muncul,
"Bagaimana jika pembelajaran diluar perkuliahan akan mengganggu kewajiban
kita di dalam kampus?"
Diskusi Ngopi Uyee kali ini akan
membahas bagaimana kita dapat mengelola waktu agar mampu meraih prestasi tinggi
akan tetapi juga tetap mengikuti organisasi. Dengan izin Allah, Angkringan Uyee
dengan bangga mampu menghadirkan seorang mahasiswa yang mampu berprestasi di
perkuliahan namun juga aktif di dalam organisasi. Siapa kah beliau?
Muhammad Alfan Auliya. Pria yang kerap
disapa Alfan merupakan mahasiswa prodi Kimia Fakultas MIPA Universitas Islam
Indonesia. Alfan merupakan segelintir orang yang mampu memadukan antara
prestasi akademik dengan tetap aktif berkiprah di organisasi. Menjadi mahasiswa
yang memiliki Indeks prestasi (IP) tinggi itu sudah menjadi biasa. Setiap
wisuda, status lulus dengan predikat cumlaude
masih teramat banyak. Sebaliknya, aktivis organisasi yang selalu disibukkan
dengan organisasi hingga kadang lupa dengan amanah yang diberikan orang tua
ketika memutuskan anaknya untuk dikuliahkan juga menjadi PR tersendiri. Namun
mampu memadukan keduanya, antara prestasi di akademik dan aktif berorganisasi,
itulah baru luar biasa.
Diskusi malam itu diawali Alfan dengan
sebuah analogi. Analoginya, “kita hidup di dunia ini dalam keterpaksaan. Coba
sebutkan, apa hal di dunia ini yang tidak karena terpaksa?” Kita makan karena
terpaksa, karena kalo ngga makan kita akan mati. Kita kuliah juga karena
terpaksa, entah terpaksa karena orang tua, supaya mudah mendapatkan kerja,
menjadi lebih pintar dan lain sebagainya. Namun dari keterpaksaan itu, terdapat
output yang akan membedakannya.
Dialah motivasi. Motivasi dari keterpaksaan itu. Motivasi yang juga harus
diimbangi dengan keikhlasan agar setiap yang akan kita lakukan menjadi lebih
ringan dan hanya mengharap Ridho-Nya.
Pengalaman
Alfan tidak menyinggung tentang
pengalamannya ketika dirinya berada di Turki maupun di Korea Selatan. Sebab,
menurut dirinya pembelajaran yang bisa kita ambil bukan tentang hasil, akan
tetapi proses dengan ketercapaian itu. Mengapresiasi ketercapaian yang
dilakukan diri kita itu penting. Namun bukan berarti kita terlalu dari euphoria tersebut agar kita tidak terlena.
Alfan menjelaskan bahwa salah satu penyebab dirinya bisa pergi ke Turki adalah
karena organisasi. Saat itu Alfan menjabat sebagai ketua Pusat Informasi dan
Konseling Mahasiswa (PIK-M) Aushaf UII. Sehingga ada temannya yang melirik
dirinya untuk bergabung pada dalam ajang perlombaan disana. Menurutnya, dengan
kita berorganisasi yang baik akan sebanding dengan reputasi. Sehingga
orang-orang akan menaruh kepercayaan kepada kita. Jauh sebelum menjadi ketua,
dirinya berbagi tips di dalam forum Ngopi Uyee. Menurutnya, setiap orang sukses
bisa dipastikan mengalami kegagalan. Diantara mereka diawali dari bawah dan
hal-hal kecil. Dirinya mengawali karir di kampus dengan mengikuti berbagai
organisasi dan kepanitiaan sejak dini. Namun harus dilakukan secara totalitas.
Artinya dirinya memiliki obsesi harus menjadi actor penting dalam organisasi
yang digeluti. Bukan berarti ingin gila jabatan, akan tetapi itu sebagai wujud
komitmen dan totalitasnya dalam belajar di organisasi. Ia sempat menyesal
ditengah perjalanan ketika dirinya hanya dijadikan syarat kuota forum (kuorum)
dalam beberapa kali kegiatan kepanitiaan. Lebih dari itu, dalam setiap
aktivitasnya harus memiliki nilai (value)
dan daya tawar dari dalam dirinya. Alfan sempat bercerita bahwa dirinya sempat
di-galau-kan dengan beberapa pilihan. Waktu itu dirinya ditawarkan untuk
menjadi ketua di himpunan mahasiswa jurusan (HMJ), Lembaga Dakwah Fakultas (LDF)
hingga ketua PIK-M Aushaf UII. Dari berbagai pilihan yang ia hadapi, dirinya
mengerti bahwa kita tidak bisa fokus dalam banyak hal. Akhirnya ia memilih
salah satu diantaranya. Namun yang ia garis bawahi bukan pada jabatan
ditawarkan kepada dirinya, akan tetapi menurutnya kejadian itu adalah buah dari
upayanya ketika menjadi anggota dari organisasi yang ia lakoni.
Penurunan
Minat Organisasi
Menyinggung tentang kondisi organisasi
mahasiswa yang semakin lama menurun, menurutnya hal ini dikarenakan
disorientasi mahasiswa. Saat ini mahasiswa menganggap bahwa organisasi
merupakan wujud dari apa yang mereka harapkan (keinginan), bukan sebagai
kebutuhan lagi. Sehingga ketika organisasi tersebut telah tidak sesuai dengan
keinginannya, mereka cenderung akan meninggalkannya. Lain halnya jika
organisasi dijadikan sebagai sebuah kebutuhan. Apapun yang akan terjadi pasti akan
dilakukannya demi kelangsungan hidupnya. Karena sejatinya manusia adalah mahluk
social yang tidak dapat dipisahkan dalam organisasi. Contoh kecilnya mengelola
keluarga yang akan dihadapi setelah menikah.
Diakhir statement-nya Alfan mengungkapkan bahwa masa depan yang akan kita
hadapi terdapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama cita-cita/impian yang akan
kita raih dan kedua adalah kekhawatiran. Tinggal bagaimana kita dapat menyikapi
kemungkinan tersebut. Jika kita memilih menggapai impian, maka berbuat baiklah
semaksimal mungkin karena itu wujud dari investasi di masa mendatang. Namun
jika kamu memilih kekhawatiran, bersiaplah kamu akan meratapi kegalauan karena
diselimuti rasa pesimisme. Namun yang lebih penting dari keduanya, carilah
keberkahan dari setiap apa yang kamu lakukan. Kesehatan yang membawamu kepada
kemaksiatan bukanlah termasuk keberkahan. Sebaliknya, jika rasa sakitmu akan
membawa kepada dzkirullah (mengingat
Allah) maka boleh jadi disitulah keberkahan berada.
Rabu, 10 Oktober 2018
Angkringan uyee
Editor : Imam Syaiful Wicaksono
Komentar
Posting Komentar